Mengenai Saya

Foto saya
Yogyakarta, Indonesia
Lahir di Kabupaten Kebumen, Propinsi Jawa Tengah. Pernah kuliah di UNY jurusan PKn dan Hukum, dan sekarang mengabdi di bidang pendidikan untuk salah satu sekolah dijogja

Kamis, 04 Agustus 2011

Tata Urutan Perundang-Undangan

Di zaman Hindia Belanda, bentuk-bentuk peraturan yang dikenal meliputi 5 tingkatan, yaitu: (I) Undang-Undang Dasar Kerajaan Belanda, (ii) Undang-Undang Belanda atau ‘wet’, (iii) Ordonantie yaitu peraturan yang ditetapkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda bersama-sama dengan Dewan Rakyat (Volksraad) di Jakarta sesuai Titah Ratu Kerajaan Belanda di Den Haag, (iv) Regerings Verordening atau RV, yaitu Peraturan Pemerintah yang ditetapkan oleh Gubernur Jenderal untuk melaksanakan Undang-Undang atau ‘wet’, dan (v) Peraturan daerah swatantra ataupun daerah swapraja . Setelah Indonesia merdeka mulai diperkenalkan bentuk-bentuk peraturan baru, tetapi dalam prakteknya belum teratur karena suasana belum memungkinkan untuk menertibkan bentuk-bentuk peraturan yang dibuat. Di masa-masa awal kemerdekaan, kadang-kadang nota-nota dinas, maklumat, surat-surat edaran dan lain sebagainya diperlakukan sebagai peraturan yang seakan mengikat secara hukum. Bahkan, Wakil Presiden mengeluarkan Maklumat yang sangat terkenal yang isinya membatasi tugas dan fungsi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang ketika itu sangat berperan sebagai lembaga legislatif, tetapi maklumat itu dibuat tanpa nomor, sehingga dikenal kemudian sebagai Maklumat No.x tertanggal 16 Oktober 1945.

Bentuk peraturan perundang-undangan yang dikenal dalam UUD 1945 adalah Undang-Undang, Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang, dan Peraturan Pemerintah. Dalam penjelasan juga disebutkan bahwa UUD adalah bentuk konstitusi yang tertulis. Di samping yang tertulis itu masih ada pengertian konstitusi yang tidak tertulis yang hidup dalam kesadaran hukum masyarakat. Dalam Konstitusi RIS yang berlaku mulai tanggal 27 Desember 1949, bentuk-bentuk peraturan yang tegas disebut adalah Undang-Undang Federal, Undang-Undang Darurat, dan Peraturan Pemerintah. Disini, pengertian Konstitusi diidentikkan dengan pengertian UUD. Sedangkan dalam UUDS yang berlaku mulai tanggal 17 Agustus 1950, penyebutannya berubah lagi menjadi Undang-Undang, Undang-Undang Darurat, dan Peraturan pemerintah. Dengan perkataan lain, dalam ketiga konstitusi ini, kita mengenal adanya Undang-Undang Dasar, Undang-Undang atau Undang-Undang Federal, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) atau Undang-Undang Darurat, dan Peraturan Pemerintah.

Penyebutan hanya 3 atau 4 bentuk peraturan (termasuk UUD) tersebut dalam Undang-Undang Dasar bersifat enunsiatif dalam arti tidak menutup kemungkinan untuk mengatur bentuk-bentuk lain yang lebih rinci sesuai dengan kebutuhan. Karena itu, setelah periode kembali ke UUD 1945, maka berdasarkan Surat Presiden No.2262/HK/1959 tertanggal 20 Agustus 1959 yang ditujukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, dinyatakan bahwa di samping bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan tersebut di atas, dipandang perlu dikeluarkan bentuk-bentuk peraturan yang lain, yaitu:
1. Penetapan Presiden untuk melaksanakan Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang tanggal 5 Juli 1959 tentang Kembali Kepada UUD 1945.
2. Peraturan Presiden, yaitu peraturan yang dikeluarkan untuk melaksanakan penetapan Presiden, ataupun peraturan yang dikeluarkan berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945.
3. Peraturan Pemerintah, yaitu untuk melaksanakan Peraturan Presiden, sehingga berbeda pengertiannya dengan Peraturan Pemerintah yang dimaksudkan dalam Pasal 5 ayat (2) UUD 1945.
4. Keputusan Presiden yang dimaksudkan untuk melakukan atau meresmikan pengangkatan-pengangkatan.
5. Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri yang dibuat oleh kementerian-kementerian negara atau Departemen-Departemen pemerintahan, masing-masing untuk mengatur sesuatu hal dan untuk melakukan atau meresmikan pengangkatan-pengangkatan.

Dalam susunan tersebut di atas, jelas terdapat kekacauan antara satu bentuk dengan bentuk peraturan yang lain. Bahkan, dalam praktek, bentuk yang paling banyak dikeluarkan adalah Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden yang menimbulkan ekses dimana-mana. Kadang-kadang banyak materi yang seharusnya diatur dalam UU, justru diatur dengan Penetapan Presiden ataupun Peraturan Presiden. Yang lebih gawat lagi adalah banyak di antara penetapan dan peraturan itu yang jelas-jelas menyimpang isinya dari amanat UUD 1945. Namun demikian, satu hal yang perlu dicatat disini adalah bahwa antara penetapan yang bersifat administratif berupa pengangkatan-pengangkatan yang berisi putusan-putusan yang bersifat ‘beschikking’ jelas dibedakan dari putusan yang berbentuk mengatur (regeling). Istilah Keputusan Presiden ataupun Keputusan Menteri secara khusus dikaitkan dengan jenis putusan yang bersifat administraftif.

Dalam rangka penataan kembali bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan tersebut dengan maksud mengadakan pemurnian terhadap pelaksanaan UUD 1945, maka pada tahun 1966 dikeluarkan Ketetapan MPRS No.XIX/MPRS/1966 tentang Peninjauan Kembali Produk-Produk Legislatif Negara di Luar Produk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang Tidak Sesuai dengan UUD 1945. Ketetapan MPRS tersebut menugaskan Pemerintah untuk bersama-sama dengan DPR melaksanakan peninjauan kembali produk-produk legislatif, baik yang berbentuk Penetapan Presiden, Peraturan Presiden, Undang-Undang, ataupun Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang. Untuk memberikan pedoman bagi terwujudnya kepastian hukum dan keserasian hukum serta kesatuan tafsir dan pengertian mengenai Pancasila dan pelaksanaan UUD 1945 serta untuk mengakhiri ekses-ekses dan penyimpangan-penyimpangan tersebut di atas, ditetapkan pula sumber tertib hukum dan tata urut peraturan perundangan Republik Indonesia dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yaitu tentang Memorandum DPRGR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urut Perundangan Republik Indonesia.

Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan RI yaitu berikut:

Pada tahun 1966, tata urutan perundangan ditetapkan oleh MPRS melalui Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966. Tata urutan perundang-undangan tersebut terdiri dari :
1.Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
2.Ketetapan MPR (Tap MPR)
3.Undang-Undang (UU)
4.Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
5.Peratuan Pemerintah (PP)
6.Keputusan Presiden (Keppres)

Tata urutan tersebut kemudian berubah lagi pada tahun 2000. Perubahan tata urutan ini kutuangkan dalam bentuk Tap MPR/No.III/MPR/2000 pasal 2. Tata urutan perubahan kewenangan tersebut adalah sebagai berikut :
1.Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
2.Ketetapan MPR (Tap MPR)
3.Undang-Undang (UU)
4.Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
5.Peraturan Pemerintah (PP)
6.Keputusan Presiden (Keppres)
7.Peraturan Daerah

Tata urutan tersebut kemudian berubah lagi. Perubahan terbaru terjadi pada tahun 2004, melalui UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Tata urutan perundang-undangan terbaru adalah sebagai berikut :
1.Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
2.Undang-Undang (UU) / Peraturan Pemeerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
3.Peraturan Pemerintah (PP)
4.Peraturan Presiden (Perpres)
5.Peraturan Daerah (Perda), terdiri dari :
a.Perda Propinsi
b.Perda Kabupaten/Kota
c.Peraturan Desa/Peraturan yang setingkat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar